Mencetak
Generasi Emas melalui Tripusat Pendidikan
Oleh: Bunda Aghi
Alkisah, tiga orang pemuda duduk
bercengkrama di atas bukit. Seorang pemuda dari Malang mengeluarkan seplastik
apel, lalu ia makan sebiji, sisanya ia buang. Kedua temannya heran. “Mengapa
dibuang, Mas?” tanya temannya dengan logat Bali. “Di Malang banyak apel,”
katanya berlagak. Pemuda dari Bali tak mau kalah, ia membuka tas berisi salak, langsung
membuang salak ke jurang. “Mengapa dibuang, Beli?”
tanya rekannya dari Lombok. “Masih sangat banyak salak di Bali,” paparnya tak
kalah berlagak. Hanya orang Lombok saja yang tidak membawa apa-apa. Tak ada
yang bisa ia banggakan. Tapi ia tak mau kalah, akhirnya ia mendorong pemuda
Malang hingga jatuh dalam jurang. “Kenapa dibuang, Semeton?” kata orang Bali sangat kaget. “Di Lombok banyak orang
malang.”
Malang, tentunya pada
anekdot di atas adalah gambaran umum bagi kemalangan masyarakat Indonesia,
terutama NTB. NTB jarang diperhitungkan di kancah nasional dalam hal
pendidikan, tapi jika kita menyebut Lombok, maka seluruh mata dunia mungkin
telah terhipnotis dengan keelokan alamnya. Sebagian besar yang melekat di Lombok,
bisa dijadikan pariwisata, mulai dari bentang alam pegunungan megah Rinjani
yang banyak memancarkan air terjun, sungai, perbukitan, perkebunan dan
persawahan yang dilengkapi outbond, jejeran
pantai dan pulau kecil, sampai adat masyarakat Lombok yang ditinjau dari rumahnya, kain tenun,
perkakas gerabah, prosesi adat menikah, serta hari besar sejarah Bau Nyale di
Selatan Lombok.
Potensi pariwisata yang
menjadi andalan NTB yang terkenal dengan pulau Lombok, harus berbanding lurus
dengan sumber daya masyarakatnya. Masyarakat pribumi sendiri yang harus kompeten dan bijak dalam mengelola
sumber daya alam bahkan sumber daya manusianya sendiri, bukan menjadi budak di
tanah kelahiran sendiri. Namun, sayang sekali hal ini masih jauh dari jangkauan
pemerintah Provinsi NTB. Disadur dari
Tempo.co Mataram (25 Mei 2015), Kepala Pusat Statistik NTB, Wahyudin menyatakan
tingkat kemiskinan di NTB masih cukup tinggi. Survey pada September 2014,
jumlah penduduk miskin mencapai 816.621 atau 17,05% dari jumlah penduduk NTB,
meski angka kemiskinan pada tahun 2015 turun menjadi 16,65%. Penurunan angka
kemiskinan sampai sekarang tak hanya menjadi tugas pemerintah semata, tapi
menjadi kewajiban kita semua untuk sama-sama menekan angka kemiskinan, salah
satunya melalui bidang pendidikan.
Pendidikan dewasa ini hampir
menjadi kebutuhan primer, karena sangat signifikan dalam kehidupan manusia.
Pendidikan adalah salah satu indikator dari kemerdekaan penuh Indonesia, sesuai
dengan pesan yang tersirat dalam pembukaan UUD 1945 tentang tujuan Indonesia
khususnya untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tapi, sayang sekali Indonesia masih belum mutlak merdeka dari kualitas
pendidikan. Organisasi kerjasama dan pembangunan Eropa OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development) melakukan
survey pada tahun 2015. Singapura memimpin di peringkat pertama, diikuti oleh
Hong Kong. Sementara Indonesia menduduki posisi nomor 69 dari 76 negara. Direktur pendidikan OECD, Andreas Schleicher mengatakan bahwa perbandingan itu
diambil berdasarkan hasil tes PISA siswa yang berumur 15 tahun di 76 negara untuk
menunjukkan hubungan antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi.
Berpijak pada data tersebut,
peringkat Indonesia yang 8 terbawah adalah suatu tamparan yang keras bagi kita
semua. Sampel siswa yang dengan rentang usia 15 tahun adalah suatu parameter
tentang kualitas generasi muda yang masih rendah. Banyak hal yang mendasari
mengapa tubuh generasi muda masih dikatakan ‘kekanakan’ di saat memasuki usia
pubertas sehingga melemahkan mutu wajah pendidikan Indonesia. Adapun kendala yang berkaitan dengan mutu pendidikan
diantaranya adalah keterbatasan akses pada pendidikan terutama pada daerah
terpencil, jumlah guru yang belum merata, minimnya profesionalisme guru, serta
kurangnya partisipasi masyarakat.
Pendidikan sebagai tiang
utama suatu negara harus diintegrasikan di semua bidang kehidupan. Pendidikan
tak harus di sekolah. Pendidikan tak mesti diurus guru. Pendidikan itu harus tetap dibangun dari
tripusat pendidikan. Keluarga, sekolah, masyarakat, harus berkolaborasi. Maka
dari itu, adapun langkah nyata yang harus digalakkan oleh masyarakat melalui
dukungan pemerintah untuk melahirkan generasi emas yang berkarakter dan
berakhlak mulia, di antaranya:
a.
Menyemarakkan kegiatan seminar ilmu parenting. Keluarga adalah sekolah
utama bagi anak. Pendidikan anak sudah dimulai dari masa pranatal, semenjak
dalam kandungan ibu. Pola hidup, sikap, dan perasaan ibu, sangat berperan
penting bagi perkembangan janin. Sampai pada saat melahirkan, pola asuh menjadi
hal yang signifikan dalam pembentukan fisik dan perkembangan otak anak. Banyak
orang yang bisa menjadi orang tua, tapi belum bisa berperan baik menjadi ayah
dan ibu. Ilmu parenting dalam hal
mengasuh, asupan gizi, serta membangun karakter anak, tidak hanya dilakukan
bagi kaum terpelajar saja pada acara seminar, tapi bisa dilakukan melalui
banyak media, seperti TV, media sosial, dan posyandu atau kegiatan desa secara
langsung.
b.
Mewujudkan lingkungan sekolah yang
menyenangkan untuk siswa. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal sangat
berperan penting dalam menentukan masa depan siswa. Sekolah dengan seluruh
komponen yang terbangun di dalamnya, mulai dari guru, kurikulum, fasilitas,
serta manajemennya, harus berintegrasi kuat. Hal yang utama yaitu faktor guru
sebagai tenaga pendidik. Sejalan dengan berbagai upaya pemerintah untuk
meningkatkan mutu pendidikan, guru yang seyogyanya sebagai panutan yang digugu
dan ditiru oleh siswa mulai berbenah diri. Mulai dari menciptakan lingkungan
belajar yang nyaman dan menyenangkan. Kelas sebagai lingkungan belajar layaknya
kamar pribadi siswa setelah siswa menganggap sekolah sebagai rumah. Mengatur
ruangan kelas dimulai dari pola duduk siswa yang bervariasi, seperti pola U, V,
O, dan sebagainya. Lalu kelas dihiasi dengan berbagai display (pajangan). Display merupakan suatu wadah untuk memberikan
informasi penting yang dapat menunjang pembelajaran di kelas. Display kelas yang
harus dipajang adalah display afirmasi yang berisi kata motivasi, display hasil
karya siswa sebagai bentuk apresiasi, display materi mengandung materi pembelajaran,
dan display prestasi berupa catatan penghargaan kepada setiap siswa. Jika kelas
dirancang dengan seni dan direncanakan
dengan cermat dapat membantu guru dalam mentransfer pengetahuan dengan baik
kepada siswa. Apalagi, jika rangkaian kegiatan pelajaran menerapkan metode
pembelajaran variatif dan menyenangkan seperti yang termuat dalam model
pembelajaran kooperatif, dan diperkuat lagi penggunaan media dan alat bantu
pembelajaran. Dengan begitu akan, siswa akan antusias dalam belajar, relasi
positif akan terikat antara guru dan siswa, semakin merangsang kreativitas dan
keingintahuan siswa, meningkatkan harga diri dan nilai diri pada siswa. Guru sangat
dituntut untuk membangun karakter siswa, bukan menyuapi siswa. Selain membangun karakter siswa dalam kelas,
lingkungan sekolah juga mempunyai peran yang
sangat penting sebagai wadah siswa dalam membangun jati diri, apalagi
untuk siswa tingkat SMP dan SMA. Sekolah harus lebih banyak membuat kegiatan yang positif, seperti menyelingi
kegiatan belajar 1 semester dengan bazar, mengadakan karyawisata, menyemarakkan
kegiatan organisasi (pramuka, drumband, mading, dan OSIS/OSIM), giat mengadakan
lomba, pameran. Untuk sekolah yang kurang memiliki fasilitas untuk menunjukkan
eksistensinya seperti sekolah di daerah terpencil, bisa melibatkan siswa untuk
berperan aktif dalam membuat kebun sekolah, misalnya mengkhususkan hari Sabtu
sebagai hari menanam. Dengan begitu, siswa akan bangga dan semangat untuk
sekolah karena keberadaannya sangat dihargai dan merasa memiliki sekolah.
c.
Mengintegrasikan pelajaran akhlak mulia,
terutama pendidikan agama ke dalam mata pelajaran yang lain untuk menanamkan
konsep keimanan dan tanggung jawab pribadi atas hidup yang dijalani. Sebab,
ilmu tanpa iman akan salah arah, dan iman tanpa ilmu akan salah kaprah. Maka,
secara kodratnya segala hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan sebaiknya
melibatkan Sang Pemilik Ilmu. Dengan begitu, jiwa siswa yang sudah
berpengetahuan tak akan dirasa gersang saat diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari.
d.
Melibatkan siswa dalam setiap kegiatan
sosial dan peduli lingkungan. Lingkungan sosial dan alam sekitar adalah
sarana siswa untuk mengembangkan potensi, minta serta bakat pada siswa. Dengan
partisipasi aktif dari siswa untuk kegiatan sosial dan memelihara lingkungan
dapat menanamkan rasa cinta kepada tanah air.
e. Memfasilitasi seluruh siswa untuk
mengembangkan bakat dan minat melalui
sekolah kejuruan. Pemerintah harus banyak memetakan potensi pekerjaan untuk
5 tahun atau 10 tahun ke depan bagi setiap generasi. Melalui sekolah kejuruan,
siswa dibina untuk menjadi pribadi yang produktif, inovatif, dan kompetitif.
Sehingga, setelah mereka selesai menempuh pendidikan formal, mereka sudah siap
untuk mengembangkan minat dan bakat.
f. Memperbanyak rumah baca. Kegiatan
membaca sangat penting untuk dibudayakan, bahkan mulai dari usia pranatal
sampai tua. Apalagi, di usia menginjak remaja, sangat membutuhkan kegiatan
positif untuk membentuk jati diri. Usia remaja bagaikan pedang. Jika tak
digunakan dengan baik, maka akan meranggas kepala sendiri. Maka, pemerintah dapat
memanfaatkan taman-taman, tempat rekreasi, dengan membuat rumah baca, sehingga
kebiasaan remaja yang membuang waktunya hanya untuk bersenang-senang di taman
dan tempat rekreasi mulai beralih dengan mengisi waktunya dengan membaca sambil
berkumpul dengan teman.
g.
Menyaring tayangan atau pertunjukan yang
mengauskan karakter mulia siswa. Tayangan hedonisme, kekerasan, perilaku
menyimpang, dan sifat lainnya adalah penyakit massal yang dapat menghancurkan
negara. Maka sudah selayaknya, pemerintah bersikap tegas terhadap tayangan atau
gambar yang dapat menjerumuskan siswa
pada hal-hal yang negatif.
h.
Memberikan pandangan yang istimewa
kepada penyandang disabilitas. Memang, berbagai macam penghargaan sering
ditampilkan di umum tentang prestasi sebagian besar oleh kaum disabilitas.
Namun, masih banyak juga yang memandang dengan sebelah mata keberadaan mereka.
Oleh karena itu pemerintah dan masyararakat harus bekerja sama dalam
memfasilitasi kehidupan mereka agar tetap bisa menjalankan kehidupan dengan
baik.
Dari sebagian kecil kegiatan
dan program yang berpijak pada tripusat pendidikan seperti dipaparkan di atas
diterapkan, maka dengan sendirinya karakter pada generasi muda akan melekat
pada pribadi mereka. Sehingga berbagai beban negara tentang anak putus sekolah
berganti menjadi semangat anak sekolah. Siswa yang terjangkit virus kenakalan
remaja menjadi siswa yang bergelimang kejayaan di masa remaja. Pengangguran yang
menjadi beban pemerintah berganti menjadi produktif dan kompetitif. Maka Ibu
Pertiwi akan bersiap-siap maju menunjukkan taringnya kepada dunia di bawah
semangat emas generasi muda.