Jun 18, 2016

SERTIFIKAT PENGHARGAAN

Bapak Ibu guru hebat, selayaaknya dalam mengajar dan membimbing siswa kita berikan penghargaan atau apresiasi yang autentik bagi siswa. Dengan piagam penghargaan, siswa menjadi lebih percaya diri dan merasa sangat dihargai atas prestasi, bakat, atau sikap yang positif yang ia miliki. 


Adapun di kelas, saya setiap bulan memberikan reward kepada siswa berupa Sertifikat Penghargaan Siswa Teladan. Siswa yang mendapatkan sertifikat adalah siswa yang paling banyak mengumpulkan tanda reward. Perlu diketahui, di awal semester 1, saya bersama murid membuat kontrak belajar dan aturan  dalam kelas. Nantinya, bagi siswa yang melaksanakan sesuai aturan akan mendapatkan reward berupa stiker tanda senyum berbintang. Sebaliknya bagi siswa yang melanggar aturan akan mendapatkan punishment berupa stiker bermuka masam. Setelah itu, ditempel pada papan Reward and Punisment.
Untuk peraturan, saya juga biasanya memberikan aturan tambahan berdasarkan kondisi kelas saat itu. Misalnya, kadang kalau siswa hari itu bosan di dalam kelas, maka kadang saya menambahkan jumlah reward, sehingga siswa kembali atusias dalam belajar.

Setelah di akhir bulan, kami bersama-sama menghitung jumlah reward yang didapatkan setiap siswa. Lalu, di awal bulan berikutnya saya akan memberikan sertifikat siswa teladan dan biasanya saya tambahkan hadiahnya berupa alat tulis. Sertifikat saya gandakan, satu untuk siswa, satu pula untuk ditempel di papan mading kelas.

Di akhir semester juga saya akan membuatkan sertifikat bagi siswa yang mendapatkan peringkat 3 besar disertai pula siswa yang terdisiplin, terbersih, dan berbagai kategori lainnya. 
 
Bagaimana? Sangat mudah bukan cara memberikan apresiasi kepada siswa? Cukup bermodalkan aplikasi dari Microsoft Publisher, maka kita dapat mengkreasikan berbagai macam bentuk sertifikat.

Bagi yang mau mengikuti, silahkan saja. Saya juga mendapatkan ide ini dari berbagai sumber dan rekan-rekan guru lainnya.  

Selamat berkarya  guru  hebat!!!. 

Jun 12, 2016

Opini Pendidikan



Mencetak Generasi Emas melalui Tripusat Pendidikan
Oleh: Bunda Aghi

Alkisah, tiga orang pemuda duduk bercengkrama di atas bukit. Seorang pemuda dari Malang mengeluarkan seplastik apel, lalu ia makan sebiji, sisanya ia buang. Kedua temannya heran. “Mengapa dibuang, Mas?” tanya temannya dengan logat Bali. “Di Malang banyak apel,” katanya berlagak. Pemuda dari Bali tak mau kalah, ia membuka tas berisi salak, langsung membuang salak ke jurang. “Mengapa dibuang, Beli?” tanya rekannya dari Lombok. “Masih sangat banyak salak di Bali,” paparnya tak kalah berlagak. Hanya orang Lombok saja yang tidak membawa apa-apa. Tak ada yang bisa ia banggakan. Tapi ia tak mau kalah, akhirnya ia mendorong pemuda Malang hingga jatuh dalam jurang. “Kenapa dibuang, Semeton?” kata orang Bali sangat kaget. “Di Lombok banyak orang malang.”
Malang, tentunya pada anekdot di atas adalah gambaran umum bagi kemalangan masyarakat Indonesia, terutama NTB. NTB jarang diperhitungkan di kancah nasional dalam hal pendidikan, tapi jika kita menyebut Lombok, maka seluruh mata dunia mungkin telah terhipnotis dengan keelokan alamnya. Sebagian besar yang melekat di Lombok, bisa dijadikan pariwisata, mulai dari bentang alam pegunungan megah Rinjani yang banyak memancarkan air terjun, sungai, perbukitan, perkebunan dan persawahan yang dilengkapi outbond, jejeran pantai dan pulau kecil, sampai adat masyarakat Lombok  yang ditinjau dari rumahnya, kain tenun, perkakas gerabah, prosesi adat menikah, serta hari besar sejarah Bau Nyale di Selatan Lombok.
Potensi pariwisata yang menjadi andalan NTB yang terkenal dengan pulau Lombok, harus berbanding lurus dengan sumber daya masyarakatnya. Masyarakat pribumi sendiri  yang harus kompeten dan bijak dalam mengelola sumber daya alam bahkan sumber daya manusianya sendiri, bukan menjadi budak di tanah kelahiran sendiri. Namun, sayang sekali hal ini masih jauh dari jangkauan pemerintah Provinsi NTB. Disadur  dari Tempo.co Mataram (25 Mei 2015), Kepala Pusat Statistik NTB, Wahyudin menyatakan tingkat kemiskinan di NTB masih cukup tinggi. Survey pada September 2014, jumlah penduduk miskin mencapai 816.621 atau 17,05% dari jumlah penduduk NTB, meski angka kemiskinan pada tahun 2015 turun menjadi 16,65%. Penurunan angka kemiskinan sampai sekarang tak hanya menjadi tugas pemerintah semata, tapi menjadi kewajiban kita semua untuk sama-sama menekan angka kemiskinan, salah satunya melalui bidang pendidikan.
Pendidikan dewasa ini hampir menjadi kebutuhan primer, karena sangat signifikan dalam kehidupan manusia. Pendidikan adalah salah satu indikator dari kemerdekaan penuh Indonesia, sesuai dengan pesan yang tersirat dalam pembukaan UUD 1945 tentang tujuan Indonesia khususnya untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tapi, sayang sekali Indonesia masih belum mutlak merdeka dari kualitas pendidikan. Organisasi kerjasama dan pembangunan Eropa OECD  (Organisation for Economic Cooperation and Development) melakukan survey pada tahun 2015. Singapura memimpin di peringkat pertama, diikuti oleh Hong Kong. Sementara Indonesia menduduki posisi nomor 69 dari 76 negara. Direktur pendidikan OECD, Andreas Schleicher mengatakan bahwa perbandingan itu diambil berdasarkan hasil tes PISA siswa yang berumur 15 tahun di 76 negara untuk menunjukkan hubungan antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi.
Berpijak pada data tersebut, peringkat Indonesia yang 8 terbawah adalah suatu tamparan yang keras bagi kita semua. Sampel siswa yang dengan rentang usia 15 tahun adalah suatu parameter tentang kualitas generasi muda yang masih rendah. Banyak hal yang mendasari mengapa tubuh generasi muda masih dikatakan ‘kekanakan’ di saat memasuki usia pubertas sehingga melemahkan mutu wajah pendidikan Indonesia. Adapun  kendala yang berkaitan dengan mutu pendidikan diantaranya adalah keterbatasan akses pada pendidikan terutama pada daerah terpencil, jumlah guru yang belum merata, minimnya profesionalisme guru, serta kurangnya partisipasi masyarakat.
Pendidikan sebagai tiang utama suatu negara harus diintegrasikan di semua bidang kehidupan. Pendidikan tak harus di sekolah. Pendidikan tak mesti diurus guru.  Pendidikan itu harus tetap dibangun dari tripusat pendidikan. Keluarga, sekolah, masyarakat, harus berkolaborasi. Maka dari itu, adapun langkah nyata yang harus digalakkan oleh masyarakat melalui dukungan pemerintah untuk melahirkan generasi emas yang berkarakter dan berakhlak mulia, di antaranya:
a. Menyemarakkan kegiatan seminar ilmu parenting. Keluarga adalah sekolah utama bagi anak. Pendidikan anak sudah dimulai dari masa pranatal, semenjak dalam kandungan ibu. Pola hidup, sikap, dan perasaan ibu, sangat berperan penting bagi perkembangan janin. Sampai pada saat melahirkan, pola asuh menjadi hal yang signifikan dalam pembentukan fisik dan perkembangan otak anak. Banyak orang yang bisa menjadi orang tua, tapi belum bisa berperan baik menjadi ayah dan ibu. Ilmu parenting dalam hal mengasuh, asupan gizi, serta membangun karakter anak, tidak hanya dilakukan bagi kaum terpelajar saja pada acara seminar, tapi bisa dilakukan melalui banyak media, seperti TV, media sosial, dan posyandu atau kegiatan desa secara langsung.
b. Mewujudkan lingkungan sekolah yang menyenangkan untuk siswa. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal sangat berperan penting dalam menentukan masa depan siswa. Sekolah dengan seluruh komponen yang terbangun di dalamnya, mulai dari guru, kurikulum, fasilitas, serta manajemennya, harus berintegrasi kuat. Hal yang utama yaitu faktor guru sebagai tenaga pendidik. Sejalan dengan berbagai upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan, guru yang seyogyanya sebagai panutan yang digugu dan ditiru oleh siswa mulai berbenah diri. Mulai dari menciptakan lingkungan belajar yang nyaman dan menyenangkan. Kelas sebagai lingkungan belajar layaknya kamar pribadi siswa setelah siswa menganggap sekolah sebagai rumah. Mengatur ruangan kelas dimulai dari pola duduk siswa yang bervariasi, seperti pola U, V, O, dan sebagainya. Lalu kelas dihiasi dengan berbagai display (pajangan). Display merupakan suatu wadah untuk memberikan informasi penting yang dapat menunjang pembelajaran di kelas. Display kelas yang harus dipajang adalah display afirmasi yang berisi kata motivasi, display hasil karya siswa sebagai bentuk apresiasi, display materi mengandung materi pembelajaran, dan display prestasi berupa catatan penghargaan kepada setiap siswa. Jika kelas  dirancang dengan seni dan direncanakan dengan cermat dapat membantu guru dalam mentransfer pengetahuan dengan baik kepada siswa. Apalagi, jika rangkaian kegiatan pelajaran menerapkan metode pembelajaran variatif dan menyenangkan seperti yang termuat dalam model pembelajaran kooperatif, dan diperkuat lagi penggunaan media dan alat bantu pembelajaran. Dengan begitu akan, siswa akan antusias dalam belajar, relasi positif akan terikat antara guru dan siswa, semakin merangsang kreativitas dan keingintahuan siswa, meningkatkan harga diri dan nilai diri pada siswa. Guru sangat dituntut untuk membangun karakter siswa, bukan menyuapi siswa.  Selain membangun karakter siswa dalam kelas, lingkungan sekolah juga mempunyai peran yang  sangat penting sebagai wadah siswa dalam membangun jati diri, apalagi untuk siswa tingkat SMP dan SMA. Sekolah harus lebih banyak  membuat kegiatan yang positif, seperti menyelingi kegiatan belajar 1 semester dengan bazar, mengadakan karyawisata, menyemarakkan kegiatan organisasi (pramuka, drumband, mading, dan OSIS/OSIM), giat mengadakan lomba, pameran. Untuk sekolah yang kurang memiliki fasilitas untuk menunjukkan eksistensinya seperti sekolah di daerah terpencil, bisa melibatkan siswa untuk berperan aktif dalam membuat kebun sekolah, misalnya mengkhususkan hari Sabtu sebagai hari menanam. Dengan begitu, siswa akan bangga dan semangat untuk sekolah karena keberadaannya sangat dihargai dan merasa memiliki sekolah.
c. Mengintegrasikan pelajaran akhlak mulia, terutama pendidikan agama ke dalam mata pelajaran yang lain untuk menanamkan konsep keimanan dan tanggung jawab pribadi atas hidup yang dijalani. Sebab, ilmu tanpa iman akan salah arah, dan iman tanpa ilmu akan salah kaprah. Maka, secara kodratnya segala hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan sebaiknya melibatkan Sang Pemilik Ilmu. Dengan begitu, jiwa siswa yang sudah berpengetahuan tak akan dirasa gersang saat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
d. Melibatkan siswa dalam setiap kegiatan sosial dan peduli lingkungan. Lingkungan sosial dan alam sekitar adalah sarana siswa untuk mengembangkan potensi, minta serta bakat pada siswa. Dengan partisipasi aktif dari siswa untuk kegiatan sosial dan memelihara lingkungan dapat menanamkan rasa cinta kepada tanah air.
e. Memfasilitasi seluruh siswa untuk mengembangkan bakat dan minat melalui sekolah kejuruan. Pemerintah harus banyak memetakan potensi pekerjaan untuk 5 tahun atau 10 tahun ke depan bagi setiap generasi. Melalui sekolah kejuruan, siswa dibina untuk menjadi pribadi yang produktif, inovatif, dan kompetitif. Sehingga, setelah mereka selesai menempuh pendidikan formal, mereka sudah siap untuk mengembangkan minat dan bakat.
f. Memperbanyak rumah baca. Kegiatan membaca sangat penting untuk dibudayakan, bahkan mulai dari usia pranatal sampai tua. Apalagi, di usia menginjak remaja, sangat membutuhkan kegiatan positif untuk membentuk jati diri. Usia remaja bagaikan pedang. Jika tak digunakan dengan baik, maka akan meranggas kepala sendiri. Maka, pemerintah dapat memanfaatkan taman-taman, tempat rekreasi, dengan membuat rumah baca, sehingga kebiasaan remaja yang membuang waktunya hanya untuk bersenang-senang di taman dan tempat rekreasi mulai beralih dengan mengisi waktunya dengan membaca sambil berkumpul dengan teman.
g. Menyaring tayangan atau pertunjukan yang mengauskan karakter mulia siswa. Tayangan hedonisme, kekerasan, perilaku menyimpang, dan sifat lainnya adalah penyakit massal yang dapat menghancurkan negara. Maka sudah selayaknya, pemerintah bersikap tegas terhadap tayangan atau gambar yang dapat  menjerumuskan siswa pada hal-hal yang negatif.
h. Memberikan pandangan yang istimewa kepada penyandang disabilitas. Memang, berbagai macam penghargaan sering ditampilkan di umum tentang prestasi sebagian besar oleh kaum disabilitas. Namun, masih banyak juga yang memandang dengan sebelah mata keberadaan mereka. Oleh karena itu pemerintah dan masyararakat harus bekerja sama dalam memfasilitasi kehidupan mereka agar tetap bisa menjalankan kehidupan dengan baik.
Dari sebagian kecil kegiatan dan program yang berpijak pada tripusat pendidikan seperti dipaparkan di atas diterapkan, maka dengan sendirinya karakter pada generasi muda akan melekat pada pribadi mereka. Sehingga berbagai beban negara tentang anak putus sekolah berganti menjadi semangat anak sekolah. Siswa yang terjangkit virus kenakalan remaja menjadi siswa yang bergelimang kejayaan di masa remaja. Pengangguran yang menjadi beban pemerintah berganti menjadi produktif dan kompetitif. Maka Ibu Pertiwi akan bersiap-siap maju menunjukkan taringnya kepada dunia di bawah semangat emas generasi muda.

Apr 19, 2016

Sajak Pewaris Ilmu

Seusai mengkhatam ilmu di ujung lelah menukarkannya dengan secarik ijazah
Menapaki jalan, merayu embun basah
Mengeja jejak, walau penat menunggu
Dimanakah kita akan diaku?
Sekedar niat, hanya untuk berbagi lagu

Mari, mari guru hebat
Kita bukan pengemis jasa yang ditertawakan langit pucat
Tak akan pernah ditelan malam pekat
Tak akan diinjak lusuhnya jejak,         saat ilmu kita ikat

Ikat lekat pada mereka yang mengadu
Pada mereka yang kita sebut murid lugu

Ingatlah, sepanjang siang kita urai
Meski dada sesak karna masih saja mereka tak pandai
Tapi apalah, apalah kita yang tak lihai
Cukup Tuhan yang murni menjadi penilai

Demi secangkir mimpi dan seteguk asa
Mereka berharap selalu pada kita
Melahap sajian ilmu yang kita tata
Untuk senyum mereka di suatu masa

Terus, teruslah jalan itu kita titi
Sebab, jalan kelam mereka kita kan sinari
pena hitam mereka kan kita warnai
Sikap goyah mereka kan kita kokohi
Dan,
Hidup mereka kan kita dakwahi
Lewat tasbih ilmu dan sajadah cinta sejati

Maka, mari berjuang wahai sang pewaris ilmu di balik barisan Rinjani.

Kesan dan Pesan selama mengikuti SMT SGI

Kesan yang tak luntur sepanjang masa:

Kami datang dengan semangat ingin maju.

Meluangkan waktu untuk kembali mengeja ilmu.
Sejenak melepas waktu bersama keluarga sepanjang minggu.
Tetapi, itutu tak "kan menjadi ranjau pematah asa kita menimba ilmu.

Awal kita bersua, dalam microteaching. Mengajar bergantian dalam tepukan hangat tak pernah hening.

Lalu, mata dan hati semakin mantap terpaku dalam kuliah umum.
Terpatri hati untuk senantiasa belajar dan berbagi dengan penuh senyum.

Lewat Militery Supercamp, dibina kita menjadi pribadi disiplin, kerjasama yang solid, dan fisik yang kuat.
Karena itu hakikat meraih sukses belajar dengan tekad yang bulat.

Guru, tak mesti berkutat pada tugas mengajar yang sudah tak laku.
Dengan PTK, kita membuka paradigma baru bahwa meneliti dan berfikir ilmiah adalah senjata guru untuk maju.

Guru, tak mesti berpesan lewat tutur kata, tapi gambar dan wrna menjadi mantra agar siswa ikut berkarya.
Dengan kelas model, kita belajar menyulap dinding menjadi berharga.

Guru,  tak mesti berkutat pada buku yang beraksara, hingga membuat siswa jenuh tak terpana.
Dengan kelas kreatif, kita berkarya, belajar dari segalanya, hingga siswa terpesona.

Guru, tak mesti berdiri ditatap siswa duduk siap kebosanan.
Dengan kelasku istanaku, kita mengubah gaya, siswa harus nyaman belajar dari segala arah yang tentu menyenangkan.

Guru, tak hanya cukup pandai merangkai kata saat transfer ilmu kepada siswa.
Dengan literasi, kita bisa berlagu dalam kalimat-kalimat bernada.

Guru, tak hanya cukup berceramah dan menyuapi siswa dengan catatan.
Dengan kelas ceria, aktivitas bermain, berlari, berakting, dan saling adu lebih menyenangkan.

Guru, tak boleh memendam ilmu hanya untuk saku sendiri. Lewat proyek sosial, kita merasakan indah dan berkahnya berbagi.

Tak sampai di sana kita menerima segala ilmu yang telah ditelan.
Harus terlihat, sampai mana ilmu itu kita perjuangkan.
Lewat observasi, kita dituntun, sekedar ditengok, sudahkah kita paham apa yang kita cari?
Terima kasih bu Febri dan bu Laely...

Tak... tak lagi ditutup apa yang kita akui,
sebelum kita dipertanyakan dan diuji. Sampai kini, kita tetap berpatri untuk mencari ilmu dari Ilahi Rabbi
Untukmu, ibu pertiwi.

Pesan indah untuk kita, guru hebat di  tanah tioq tataq tunaq ini,
Kawan, tibalah kita di ujung jalan, menajamkan perjuangan, berdikari sendiri.
Lakoni terus dengan ilmu, iman, dan seni.
Tak usah ragu akan lelah dan penat yang menjadi duri.
Karena kita percaya, berbagi ilmu adalah jalan kita menuju surgawi.
Biar, biar kita lelah saat murid tak mengerti
Mereka hanya belum usai berpikir, bukan berarti kita rugi
Tetaplah kita terus berdiri untuk negeri indah ini.
Karena kita adalah srikandi cetakan SGI.
Yang tak pernah kenyang dengan ilmu untuk pengembangan diri.



Apr 10, 2016

Seakar Asa di Pawang Tenun; Kaki Rinjani



SEAKAR ASA DI KAKI RINJANI
Oleh: Bunda Aghi
Maret, 2014 silam adalah pengakuan yang membanggakan bagi sebagian kami atas keluarnya SK penempatan CPNS di Kabupaten Lombok Utara (KLU). Secarik kertas itu bagaikan prestasi hidup yang tinggi bagi sebagian masyarakat Lombok. Namun, rasa bangga itu memudar berganti rasa kecewa dan putus asa saat membaca tempat tugas di SDN 6 Akar-Akar yang termasuk daerah terpencil.
Kecamatan Bayan yang paling timur melewati pesisir panjang pulau Lombok bagian utara. Tepatnya di bawah kaki gunung Rinjani, dusun Pawang Tenun, Desa Akar-Akar. Pawang artinya hutan. Tak terbayang, bagi seorang pemula dan guru wanita seperti saya akan menelusuri dua hutan menanjak, menyebrangi sungai, serta menjajaki sawah dan kebun. Tanah merah yang halus tak akan pernah bersahabat ketika musim panas yang akan menjelma menjadi debu bak tepung halus.






Sedang saat hujan, akan berubah menjadi lumpur lincin. Ditambah lagi, saat itu saya sedang hamil. Butuh waktu sejam untuk melewati jalan rusak di tengah hutan sepanjang 1,5 kilo kalau ditempuh dengan jalan kaki saat hamil tua. Tapi apa mau dikata, saat Ibu pertiwi memanggil untuk menjadi pahlawan tanpa tanda jasa bagi anak-anak gunung yang termarjinalkan. Bagaimana tidak, siswa jarang mandi, menggosok gigi, dan berpakaian  seragam rapi kalau ke sekolah.

Suasana belajar di kaki Rinjani
Asyik bermain permainan tradisional

Meski di kaki gunung yang subur, tapi air bagai barang langka. Lebih baik berbagi beras daripada air, begitu celoteh warga. Jika dibagikan seragam, mungkin bau tokonya bertahan sehari, setelah itu akan menempel bau keringat dan bermunculan noda coklat terkena tanah. Maklum, sepulang sekolah mereka rata-rata akan melewati sungai dan bekerja mencarikan rumput untuk dijual, atau membantu warga untuk mengumpulkan hasil panen saat melewati kebun. Upahnya itu mereka gunakan untuk uang jajan. Apalagi kalau sudah musim panen puncak sudah tiba, jangan harap siswa akan masuk semua. Mereka akan ikut ke kebun bersama orang tua. Ya, sedikit menyalahkan orang tua yang menyampingkan pendidikan. Tak hanya itu, pada saat jadwal posyandu, banyak siswi yang menggantikan peran ibunya untuk menimbang
adik mereka. Ibunya, ya tetap di ladang.

Mar 17, 2016

Literarasi; fondasi ilmu pengetahuan

"Ikatlah ilmu dengan menulis"
Seuntai kata-kata mutiara dari Khalifah Ali bin Abi Thalib. Menantu Rasulullah saw. yang gemar membaca. Sabda Rasulullah yang sangat berkesan tentang Ali: "Jika Aku adalah kota ilmu, maka Ali adalah pintunya.

Membaca dan menulis bagai keping logam. Biner yang tak berlawanan. Saling melengkapi dan terintegrasi. Jika sudah membaca, maka baiknya dimantapkan dalam tulisan. Begitu sebaliknya, jika mau menulis, hendaklah banyak membaca. Menulis tanpa membaca, akan banyak bohongnya. Dan membaca tanpa menulis banyak bolongnya.

Membaca dan menulisnya selanjutnya disebut sebagai literasi. Literasi itu merupakan fondasi yang harus kuat dan kokoh bagi kita semua dalam belajar. Kebutuhan literasi akan berbeda-beda sesuai dengan usia kita. Sesuai pula dengan jenjang kompetensi secara formal. Sedari kecil mulai mengenal, mengeja dan merangkai.

Literasi yang sangat penting, yaitu membaca. Sebagai muslim, tentu kita sangat ingat  tentang wahyu yang pertama kali yang diturunkan pada Baginda Muhammad saw, yaitu Iqra' yang artinya bacalah. Membaca adalah hal pokok saat belajar.
Belajar, tak hanya secara formal atau dimulai saat usia sekolah saja. Namun, membaca juga dapat dibiasakan mulai dari alam kandungan.

Bagaimana bisa? Tentu sebagai ibu yang harus merutinkan dirinya untuk membaca agar selalu didengar calon bayi. Jika bayi sudah  diajak membaca sedari kecil, sesuai dengan kebutuhan dan kategori bacaannya, maka insyaallah akan terbiasa nantinya. Perkara anak akan cepat bisa  Serahkanlah pada  Ilahi Rabbi, Sang Pemilik Ilmu.


Apalagi di sekolah, membaca merupakan salah satu cara siswa menjadi pintar. Maka, sangat penting dibiasakan budaya membaca. Membaca, tak mesti harus tentang pelajaran. Bagi yang sulit membisakan diri membaca, bisa dimulai dengan membaca cerita yang ringan. Begitu pula dengan menulis. Menulis dirasa bagi semua orang kadang merupakan hal yang sulit dan hanya bisa dilakukan oleh orang yang seni berbahasa saja.
Padahal, menulis itu sangat gampang dan menyenangkan. Menulis bisa dimulai dengan cerita sederhana. Bisa dengan menulis pengalaman pribadi dalam memasak, membuat tips, dan banyak hal yang bisa ditulis. Agar menulis menjadi lancar, harus diperhatikan tahapan menulis, yaitu: pratulis (merencanakan apa yang ditulis), saat tulis (menuangkan ide dalam tulisan), dan pascatulis (proses editing). Dengan tahapan tersebut, insyaallah tulisan kita akan memuaskan hasilnya, paling tidak untuk konsumsi dan latihan kita sendiri.
Tips dalam menulis biasanya dimulai dengan mencari judul atau bahkan menulis saja dulu, nanti akan ketemu judul yang pas.

Jadi, literasi itu gampang. Asal, kita lakukan dengan santai. Maka, semua akan mengalir.
"Tulislah apa yang dirasakan. Itu menjadi bukti bahwa kita merasakan hidup. (Bunda Aghi).

Semalat berliterasi para literat.

Mar 16, 2016

SMT KLU, Pintu  Taubat Guru Hebat
                         oleh: Bunda Aghi.

Ada serangkai kalimat telah kugubah dlam judul: Kotaku.

Lombok Tengah, kota kelahiranku
Mataram, kota Jati diriku
Lombok Barat, kota pelaminanku
Lombok Timur, kota kelahiran cintaku
Lombok Utara, kota pengabdianku.

Lama meretas pengabdian di Kabupaten Lombok Utara, jauh di kaki Gunung Rinjani, jasaku terpanggil untuk berbagi hidup bersama bocah-bocah gunung, yang dahulu tak berani bermimpi.

Hutan adat yang lebat, kali dengan batu besar yang berderet, serta kebun yang isinya memikat, kulalui dengan asa yang dulunya hanya serpihan tak berikat.

Tak terbayang sudah, siswanya kumal, tak tahu rasanya mandi pagi. Apalagi sarapan, sekedar mengganjal perut, sebagai bekal konsentrasi belajar.
Apa daya, saya perempuan yang tak mampu menggapai dan menyentuh kalian dalam kondisi hamil besar.

Tak perlu sedih, hanya tegar.
Sebuah kalimat mencambukku. Hai, bu guru. Tak perlu kau berniat jadikan anak muridmu menjadi orang pintar.  Nanti kalau tidak pintar, akan marah dan murka. Sudahlah, yang penting ikhlas mengajar dan lakukan semampu dan sebaik mungkin. Urusan berhasil, Allah yang akan memutuskan kelak muridmu akan menjadi apa.

Cukup sadar, lalu perlahan bergerak. Terus berjalan mendidik dan mengajari mereka. Tahukah wahai guru hebat, mendidik lebih sukar daripada mengajar. Mengajari anak untuk membaca itu gampang, tapi mendidik untuk berakhlak mulia itu sungguh harus kita contohkan dulu. Salam, sapa senyum, terima kasih, maaf, itu jauh dri kebiasaan murid saya. Perlahan, kalau saya keliru dan khilaf, saya langsung mnta maaf kepada mereka. Terima kasih juga tetap didengungkan di akhir belajar, karena mereka mau masuk skolah. Ketahuilah, sekolah bagi mereka masih tidak penting. Lebih penting mencari uang atau membantu orang tuanya di kebun. Atau mereka rela tak berseragam, asal mengenakan baju bagus untuk pergi begawe (pesta). Sungguh ironi mereka yang masih terkekang adat. Apalagi, sudah memasuki bulan kesepuluh, murid saya paling banyak masuk 6 orang. Pernah, waktu dulu, hanya 3 yang masuk karena maulid adat. Bagi mereka, itu ajang memamerkan diri, kesempatan keluar rumah, setelah lama mengurung dan menyibukkan diri di ladang. Apalagi, kalau sekolah lain mungkin  di akhir tahun ajaran, para guru menyibukkan diri rapat panitia PSB. Sedang kami di sana, harus berkeliling kampung meminta mereka untuk sekolah tepat wktu. Tapi kebanyakan mereka berdalih, tunggu waktu, bulan, tanggal,  yang tepat untuk memasukkan anak mereka sekolah. Entah itu perhitungan tolak bala apa yg mereka pakai. Percuma rasanya kalender pendidikan, selain untuk melihat tanggal merah.

Sekali lagi, apa daya hanya sebuah pengabdian yang mampu saya pusari di sekolah saja. Sesekali kami berbagi dengan mereka, berembug, bekerja sama, mereka masih enggan. Sewaktu pembagian BSM, baru mereka rata-rata mendatangi kami. Pun, guru-guru lebih mengutamakan membeli  tanah daripada sekedar laptop sebagai penunjang.
Pernah saya sindir seorang guru  di sana. Dia terkenal sebagai juragan tanah, kopi, dan coklat. "Pak, ini saya kasih tas laptop. Tolong bapak isi ya," kataku dengan datar. Jelang berapa hari, ia tenteng laptop merek terkenal dengan tas punggung yang berkualitas.

Mulai berbenah bersama. Itu yang kami lakukan. Kami lihat potensi siswa yang kurang secara akademik, (meski sempat menjadi juara satu di tingkat gugus untuk mata pelajaran Matematika, dan juara 2 untuk mata pelajaran IPA akhir tahun 2015) tak membuat kami minder. Kami harus tetap bertekad agar sekolah terpencil kami dipandang. Lahan yang gembur kami manfaatkan untuk kegiatan hari Sabtu menanam. Anak-anak kami libatkan untuk sama-sama memiliki skolah. Sama-sama membangun sekolah.

Lama, kami berbenah, tapi itu tak cukup. Kami butuh cambukkan yang lebih panas lagi. Kebetulan sekali, saya berteman di media sosial facebook  dengan salah satu fasilitator hebat kita, ibu korwil SGI NTB, Laely Nurtawajjuh. Saya sangat tertarik dengan postingannya. Akhirnya, dengan tergesa-gesa saya komentar di postingannya. Kalau tidak salah, begini komentar saya: "Ly, bagus sekali karya media dan ABPnya. Mau saya ikut SGM," komentar saya polos. MasyaAllah, SGM kan merek susu. "Bukan SGM Za, tapi SGI SMT,"jawabnya.
Setelah lama, baru saya lihat lagi postingannya twntang pendaftaran School of Master Teacher (SMT) dan saya sangat tertarik. Lalu, saya berdiskusi dengan suami. Menimbang baik buruknya, karena tempat tinggal kami jauh dari tempat pelatihan, musim hujan melanda, dan terlebih lagi akan berpisah lama dengan buah hati yang cantik nan solehah kami. Suami sangat mendukung, dengan lembut beliau menyemangati. "Untuk mendapatkan yang lebih dan bagus, memang kita harus lelah dan menderita," ujarnya membuka mata dan hati saya menepis segala lelah dan godaan yang sekiranya nantinya kembali memberatkan hati saya.
Alhamdulillah, Allah selalu meringankan langkah, meski kemarin sempat diguyur hujan lebat bersama guru hebat Bu Arisa, yang bahkan dia mrnerjang hujan angin melewati tepi laut tanpa jaket apalagi jas hujan. Dan pernah, sekali putri saya demam di saat jadwal pertemuan. Allahurabbi, penyandar segala cobaan dalam hidup.
SMT, membuka jalan bagi para pejuang pendidikan. Menjadi pintu taubat bagi para guru yang haus ilmu.
Memasuki grup saja, rasa ingin berbagi melanda.


Terima kasih, SMT.
Tetap berjuang, para Guru hebat.💝